Lantas
apa yang melatarbelakangi sebuah opini publik tentang bahaya belajar calistung?
Para
pakar berpendapat bahwa anak yang sedikit bermain bisa memunculkan sikap
depresi dan kasar. Bahkan tidak hanya anak-anak saja yang bisa depresi, kita
pun selaku orang dewasa jika kurang beristirahat maka bisa saja depresi. Anak-anak
perlu istirahat, perlu lebih banyak bermain, dan apabila kita memforsir
anak-anak untuk belajar yang bersifat akademik seperti belajar calistung maka
hal itu akan menjadi masalah untuk mereka. Sehingga inilah yang
melatarbelakangi isu tentang bahayanya calistung usia dini.
Orang-orang
tersebut berasumsi bahwa dengan belajar calistung itu pasti bikin anak bete,
mereka belum mengetahui bahwa bete tidaknya anak amat bergantung pada media
yang digunakan, guru yang mengajar, dan kesiapan anak.
Pakar
otak anak, Jaak Paanksepp, Ph.D, Profesor Emiritus di Bowling Green University
mengungkapkan bahwa permainan mempunyai dampak besar pada otak bagian depan,
yaitu bagian yang menjadi kontrol diri. Menurut Dr. Jaak Paanksepp dan Nikki
Gordon menunjukkan bahwa permainan berdampak positif pada perkembangan otak
depan. Kurangnya permainan pada anak berdampak pada penundaan kematangan otak. Permainan
membuat anak semakin cerdas.
Jadi,
kesimpulan pentingnya adalah yang berbahaya sebenarnya BUKAN CALISTUNG. Melainkan
minimnya permainan pada anak-anak sehingga berpotensi menyebabkan depresi atau
stress.
Oleh karena
itu, rekomendasi bagi para orangtua hendaknya memilihkan permainan yang ramah
otak bagi anaknya agar perkembangan otaknya melaju pesat. Permainan yang bagus
akan membuat anak kecanduan sehingga bisa mempercepat kematangan otaknya. Hasilnya
anak semakin pintar dan cerdas.
Sumber
: Abaca Marketer Toolkit (Abaca Flashcard, sejarah dan filosofi penemuannya)
oleh Diena Ulfaty, S.S. Hlm 36-39.
No comments:
Post a Comment